Dalam Kakawin Nagarakretagama, negeri Sulu disebut Solot, salah satu negeri di kepulauan Tanjungnagara (Kalimantan-Filipina) yaitu salah satu kawasan yang menjadi daerah pengaruh mandala kerajaan Majapahit di Nusantara.
Negeri Sulu terletak di lepas pantai timur laut pulau Kalimantan. Pada 1380, seorang ulama keturunan Arab, Karim ul-Makdum memperkenalkan Islam di Kepulauan Sulu. Kemudian tahun 1390, Raja Bagindo yang berasal dari Minangkabau melanjutkan penyebaran Islam di wilayah ini. Hingga akhir hayatnya Raja Bagindo telah mengislamkan masyarakat Sulu sampai ke Pulau Sibutu.
Sekitar tahun 1450, seorang Arab dari Johor yaitu Shari'ful Hashem Syed Abu Bakr tiba di Sulu. Ia kemudian menikah dengan Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah kematian Raja Bagindo, Abu Bakr melanjutkan pengislaman di wilayah ini. Pada tahun 1457, ia memproklamirkan berdirinya Kesultanan Sulu dan memakai gelar "Paduka Maulana Mahasari Sharif Sultan Hashem Abu Bakr". Gelar "Paduka" adalah gelar setempat yang berarti tuan sedangkan "Mahasari" bermaksud Yang Dipertuan.
Pada tahun 1703, Kesultanan Brunei menganugerahkan Sabah Timur kepada Kesultanan Sulu atas bantuan mereka menumpas pemberontakkan di Brunei. Pada tahun yang sama, Kesultanan Sulu menganugerahkan Pulau Palawan kepada Sultan Qudarat dari Kesultanan Maguindanao sebagai hadiah perkawinan Sultan Qudarat dengan puteri Sulu dan juga sebagai hadiah persekutuan Maguindanao dengan Sulu.
Sultan Qudarat kemudian menyerahkan Palawan kepada Spanyol. Dalam sejarahnya, sejak 1473 hingga 1658, Sabah yang dahulunya dikenal sebagai North Borneo merupakan wilayah Kesultanan Brunei. Namun pada 1658, Sultan Brunei memberikan wilayah ini kepada Sultan Sulu. Pemberian ini sebagai balas jasa bagi Sultan Sulu yang membantu meredam perang sipil di Kesultanan Brunei.
Pada 1761, Alexander Dalrymple, seorang pejabat Bristish East India Company, melakukan perjanjian dengan Sultan Sulu untuk menyewa Sabah sebagai pos perdagangan Inggris. Kesepakatan sewa-menyewa itu termasuk penyediaan tentara oleh Kesultanan Sulu untuk mengusir Spanyol. Pada 1846, pantai barat Borneo diserahkan oleh Sultan Brunei ke Inggris. Jadilah pantai barat Borneo itu menjadi koloni Kerajaan Inggris.
Di tahun-tahun berikutnya, terjadi serangkaian penyerahan hak sewa atas Sabah atau North Borneo ini. Akhirnya hak sewa jatuh ke Alfred Dent yang kemudian membentuk perusahaan yang dikenal dengan British North Borneo Company.
Pada 1885, Inggris, Spanyol, dan Jerman, menandatangani Protokol Madrid yang mengakui kedaulatan Spanyol di Kepulauan Sulu. Pengakuan ini ditukar dengan pelepasan Spanyol atas segala klaimnya di Borneo Utara atau Sabah untuk mendukung Inggris.
Pada 1888, Sabah resmi menjadi protektorat Inggris--yang kemudian menduduki Malaysia sebagai jajahan. Setelah Perang Dunia II, Inggris berniat mengembalikan Sabah ke Kesultanan Sulu. Untuk proses itu, dilakukanlah pemungutan suara, untuk menentukan apakah rakyat Sabah memilih bergabung dengan Federasi Malaysia atau kembali ke Kesultanan Sulu.
Dan hasilnya, rakyat Sabah lebih memilih bergabung ke Malaysia daripada kembali ke Sulu. Pada 16 September 1963, Sabah bersatu dengan Malaysia, Sarawak, dan Singapura, membentuk Federasi Malaysia merdeka.
Klaim ahli waris Kesultanan Sulu tidak hanya didasarkan pada perjanjian sewa antara Kesultanan dengan North Borneo Company yang dibentuk Inggris. Namun, klaim itu juga didasarkan pada keputusan pengadilan tinggi North Borneo pada 1939. Klaim ini dianggap lebih dulu, jauh sebelum pembentukan Federasi Malaysia.
0 Response to "Mengenal Sejarah Kesultanan Sulu"
Posting Komentar