Misteri Gunung Slamet dan Prahara Demokrat

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ibu Ani Yudhoyono belum lama ini berkunjung ke kawasan Gunung Slamet, Tegal, untuk meninjau pertanian di wilayah itu. Selain itu berkesempatan bertatap muka dengan masyarakat sekitar.


Gunung Slamet

Satu hal lumrah dilakukan SBY berkunjung ke daerah, namun kali ini berbeda sehingga memunculkan spekulasi lain. Justru sisi spiritual mewarnai langkah kepala negara ke tempat itu.

Satu spekulasi menganggap adanya pertanda kalau ia sedang mengalami kegalauan dalam pemerintahan, pribadi dan keluarganya. Wajar jika Anhar Gonggong, sejarawan Universitas Indonesia, merasa heran atas spekulasi itu. Sebab selama ini SBY dikenal sebagai seorang yang mengedepankan rasionalitas. Sepertinya ada kontradiksi.

Secara spiritual pun tidak terlalu berpengaruh pada kekuasaan, karena menurut konstitusi SBY sudah tidak mungkin menjabat lagi.

Dalam waktu hampir bersamaan kunjungan itu, Anas Urbaningrum menyatakan berhenti sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat. Sikap ini dinilai sebagai bentuk perlawanan terhadap SBY (Majelis Tinggi Partai Demokrat).

Kata berhenti, bukan mundur, yang diucapkan dipersepsikan sebagai sinyal perlawanan Anas yang telah resmi menjadi tersangka kasus Hambalang. Anas memperlihatkan sikap melawan dalam gaya kultur Jawa dan SBY bertahan seraya mengerahkan seluruh kekuatan dan kekuasaannya dengan cara budaya Jawa pula dalam bingkai demokrasi, dengan cara bertandang ke Gunung Slamet. Itu jelas langkah politik khas budaya Jawa untuk keselamatan kuasa dan dirinya.

Pasalnya, setelah Anas dinyatakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berbagai pihak mendesak Anas Urbaningrum membuka seterangterangnya kasus korupsi di kalangan elite Demokrat, termasuk skandal IT KPU, kasus Century dan Hambalang serta kasus kakap lainnya, yang mengincar orang-orang terpenting di Cikeas. ''Itu termasuk mengancam Ibu Negara,'' ujar pengamat politik Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), FS Swantoro.

Sisi lain Anas juga mendapat suntikan moral dari berbagai tokoh. Simpati dan empati itu ditandai dengan kunjungan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamuddin, Ketua MK Mahfud MD, mantan ketua BPK Anwar Nasution, mantan ketua Partai Golkar Akbar Tandjung, pimpinan Golkar, Priyo Budi Santoso, Ade Komaruddin, Fahmi Idris, Yuddy Chrisnandi (Hanura), Erik Satrya Wardhna, Misbakhun, dan Viva Yoga Mauladi (PAN).

Swantoro memprediksi dukungan itu akan diikuti oleh parpol lain. PKS secara resmi akan bergabung dengan perlawanan dan pengusutan kasus-kasus besar tersebut. Jika terjadi aksi massa dan jika jumlahnya lebih dari 100 ribu orang, Gerindra pun akan ikut turun ke jalan. Dia mengingatkan pada jatuhnya rezim orde baru pada 1998. Petugas keamanan akan sulit menghalau massa dalam jumlah banyak yang tidak terjangkau oleh aparat.

Setelah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus Hambalang, Anas merasakan adanya faktor nonhukum yang menjadikan dirinya sebagai tersangka. Secara tersirat Anas menyerang beberapa pihak, termasuk kepada tokoh yang dihormatinya selama ini, yakni SBY.

Tak Kasar

Anas tidak akan melakukan perlawanan frontal dan kasar. Namun juga tidak akan tiarap seperti cara yang dipilih Andi Mallarangeng setelah mundur sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dia pasti akan berhitung cermat dengan caranya sendiri.

Ketua DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humprhey G Djemat menyarankan, kalau Anas memiliki kartu truf yang disimpan hal itu harus dibuka, agar menjadi pintu masuk sejumlah kasus dugaan korupsi yang melibatkan orang-orang Partai Demokrat dan lingkaran Cikeas.

Humprhey justru menyarankan agar Anas tidak mengumbar pernyataan dan bemain di ranah politis. Sebab langkah itu justru hanya melahirkan retorika dan dialog panjang tanpa penyelesaian. Catatan dalam halaman buku Anas itu harus disampaikan kepada KPK disertai bukti-bukti yuridis. Dengan begitu dia tidak akan kehilangan kredibilitas sebagai tokoh muda dalam pemberantasan korupsi.

Anas sebaiknya membuka semua hal yang diketahuinya berkaitan dengan dugaan korupsi di tubuh Partai Demokrat. Anas juga mesti membuka semua fakta hubungan koruptif antara proyek-proyek APBN dan permainan politikus Demokrat.

Korupsi ini, lanjut Humprhey, sudah menjadi kerja sama antara eksekutif dan legislatif karena mereka sama-sama butuh uang. Nah, program-program yang ada selama ini dibuat, untuk dibagi-bagi. Apalagi kalau Anas membuka semuanya, banyak yang akan terseret.

Hal itu sekaligus untuk membuktikan ada atau tidaknya intervensi kekuasan terhadap KPK dalam memberantasan korupsi. Jika sudah memasukkan bukti yuridis dan sejumlah nama yang disebut tidak diproses, baru bisa dinyatakan ada intervensi. Sejauh ini masih sebatas persepsi, sehingga masih menjadi bahan perdebatan.

Anas juga mesti mencermati dukungan kepada dirinya akhir-akhir ini. Hal itu penting agar dia tidak terjebak oleh politikus yang memanfaatkan situasi untuk mencari popularitas.

Skandal Bank Century senilai Rp 6,7 triliun, sudah lama didiamkan. Namun tiba-tiba muncul kembali dengan harapan Anas menjadi pahlawan mengungkap kasus tersebut.

0 Response to "Misteri Gunung Slamet dan Prahara Demokrat"

Posting Komentar